Setuju atau tidak mesjid di Universitas Mimpi yang ada di kampus 'mewah' ini telah membuat cerita-cerita yang lucu, nyleneh atau bisa juga disebut 'memalukan'. Dan menurut pendapat orang sudah seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi pengurus takmir.

Pernah ada seorang khotib yang sedang berkobar-kobar memberikan kotbah, saya sendiri jadi bingung membedakan ini khotbah apa ceramah agama di acara hari besar islam yang biasa diadakan di mesjid-mesjid kampung di Madura. Jamaah yang sebagian besar adalah mahasiswa sepertinya juga ikut terusik, materi kotbah yang sudah lari 'ngalor-ngidul' membuat sebagian jamah sudah mulai mengimbanginya dengan suara riuh rendah, bahkan terdengan cletukan 'abiiitttt' (artinya 'lamaaa' dalam bahasa Madura). Walaupun celetukan itu hal 'gila' yang seharusnya tidak dilakukan oleh jamaah shalat Jumat, tapi hal yang lebih 'gila' justru datang dari sang khotib, sang khotib berteriak marah dan mengatakan 'siapa itu ?'

Masih cerita tentang khotib yang sama, rupanya takmir mesjid belum kapok mengundang sang khotib. Di kesempatan Jumat yang lain (menyambut bulan Haji) kembali sang khotib dengan gaya berkobar-kobar menguasai panggung mimbar Jumat, tapi kali ini ke'aneh'an murni timbul dari hati yang sangat dalam sang khotib. Pada kotbah kedua sebelum doa, tiba-tiba sang khotib meminta waktu sedikit, "pada kesempatan ini kami mohon doa restu kepada para jamaah Jumat yang mulia ini, karena insyaallah saya akan menunaikan rukun islam yang terakhir yaitu ibadah haji, semoga dengan doa para jamaah saya bisa kembali ke tanah air sebagai haji mabrur" (kira-kira begitulah isi 'pamitan' yang mulia sang khotib). Tapi anehnya jamaah Jumat tidak berkomentar apapun (sudah insyaf apakah sudah ditegor oleh takmir trkait kejadian di hari Jumat yang lalu ?).

Cerita terakhir berasal dari bapak dosen muda yang pada hari Jumat itu sedang diberi amanah untuk menjadi khotib di mesjid tercinta ini. Mungkin karena masih muda, sang khotib secara tidak sengaja 'menjelek-jelekkan' seorang tokoh Islam yang menjadi panutan sebagian besar warga Aswaja. Meskipun yang dijelek-jelekkan hanyalah pandangannya tentang politik di Timur Tengah, tentu hal ini menjadi hal buruk jika diungkapkan pada saat khotbah Jumat, yang seharusnya hanya berisi tentang syukur atas nikmat Allah, ajakan untuk meningkatkan taqwa kepada Allah, ayat-ayat Alquran, Sahalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan doa bagi kaum muslimin. Bahkan di sebagian mesjid -mesjid kampung, demi kehati-hatiannya menjaga kemurnian khotbah Jumat hanya diisi dengan khotbah dengan bahasa arab yang sudah tertulis tanpa keterangan-keterangan tambahan dalam bahasa lain, yang penting telah berisi rukun-rukun khotbah Jumat.

Tidak terbayangkan, hal tersebut pernah terjadi dan terjadi di sebuah kampus, yang seharusnya menjadi panutan dalam hal keilmuan, termasuk dalam hal syariat beribadah. Memang benar-benar "Universitas Mimpi".

Leave a Reply