Petuah Ustadz Twitter Yang Menggelikan


Tadi pagi, setelah jalan-jalan di sekitar komplek perumahan Graha Mentari saya sempatkan online twitter lewat gadget kebanggaanku "Android". Seperti biasa timeline penuh sesak dengan ocehan para tweeps dari yang sekedar update, berbagi tps usaha sampai petuah-petuah dari para ustadz twitter.

Sebenarnya saya tidak ada masalah dengan beberapa status itu, tapi yang cukup mengganggu. beberapa rangkaian status petuah dari ustadz twitter, tapi yang menarik perhatian saya adalah beberapa status yang isinya insyaallah seperti ini :

7. Teringat Ibn Mas'ud lagi; beliau dapati sekelompok di Masjid Kufah berdzikir dengan Imam yang memberi amar; sekian kali..


8. ..Lalu ucapkan ini, sekian kali!" Dengan tubuh menggigil & suara bergetar, beliau berkata, "Sungguh lebih manfaat bagi kalian..


9. ..menghitung dosa-dosa! 'Amal macam apakah ini yang tidak kukenal dari kekasihku Muhammad SAW & sahabat-sahabatnya?"


10. Kita mengenang Ibn Mas'ud lagi atas kalimat indah, "Bercukup dengan sunnah, lebih selamat daripada berpayah dengan bid'ah."


Mungkin sekilas tidak ada yang salah dengan status ini, tapi coba sedikit pahami tentang tujuan status ini yaitu bahwa dzikir dengan bilangan tertentu seperti yang ditemui oleh Ibn Mas'ud di sebuah mesjid Kufah dikategorikan sebagai bid'ah. Sang ustadz twitter sama sekali tidak meberikan penjelasan dzikir seperti apa itu sehingga oleh Ibn Mas'ud dikategorikan sebagai amalan yang tidak dikenal dari Nabi Muhammad SAW, sehingga orang awampun seperti saya akan beranggapan bahwa semua dzikir yang dibacakan dengan bilangan tertentu akan dikategorikan sebagai bid'ah.

Sungguh sesuatu yang harus mendapatkan perhatian, status ini kemungkinan akan dibaca oleh lebih dari 35.000 orang follower sang ustadz twitter. Bagaimana seandainya beberapa orang diantara yang membaca terasebut adalah orang awam dan berpikiran bahwa semua dzikir yang dibacakan dengan bilangan tertentu akan dikategorikan sebagai bid'ah? padahal dzikir yang dibaca dengan bilangan tertentu menurut sebagian ulama yang kita kenal merupakan amalan ibadah seperti ibadah-ibadah yang lain. Apakah ini tidak akan memunculkan pertentangan di antara kita? dan ujung-ujungnya adalah perpecahan di antara umat Islam sendiri.

Alangkah lebih elok jika petuah-petuah itu dijelaskan dengan gamblang sehingga tidak menimbulkan intrepretasi bagi pembaca awam, apalagi petuah-petuah itu memiliki pertentangan dengan keyakinan yang lain.

Saya menulis ini karena teringat akan dawuh Guru saya yang dianggap lebih mengetahui tentang dzikir, beliau pernah bercerita bahwa didalam sebuah hadist (saya lupa perawihnya) disebutkan suatu saau Rasulullah berjalan-jalan diiringi oleh para sahabatnya dan menemui sebuah majelis dzikir yang para jamaahnya berdzikir dengan keras dengan gerak tubuh yang tidak dimengerti oleh para sahabat. Salah satu sahabat bertanya kepada Rosulullah : Ya Rasulullah, kenapa mereka berdzikir sedemikian rupa, padahal itu tidak pernah dicontohkan oleh Rosulullah sendiri?
Rasulullah menjawab : Biarkanlah dan jangan ganggu mereka, karena mereka sedang asyik dengan Tuhannya.

Demikanlah sifat Rosululllah yang tidak serta merta menganggap suatu perkara itu salah, apalagi jika perkara tersebut akan menimbulkan pertentangan. Bahkan dalam sebuah hadist lain bagaimana rosulullah bahkan memerintahkan kepada para sahabat untuk membunuh seorang ahli ibadah yang selalu merasa paling benar dan paling shaleh serta selalu menyalahkan keyakinan orang lain (baca tulisan Takabbur, Penyakit Hati Yang Kronis).

Untuk ustadz twitter itu saya balas dengan status di twitter :

1 Seorang ustadz twitter menyampaikan tentang hal bid'ah dengan mengutip hadist yang mempermasalahkan dzikir.

2 katanya dalam kutipan : cukuplah dengan sunnah, lebih selamat daripada berpayah-payah dengan bid'ah

3 sy mau ingatkan p ustd, cukupkanlah dg dakwah seperti yg d contohkan oleh rosul


4 daripada berpayah2 dakwah dg ngetwit

p1

Oleh-Oleh Dari Forum Komunikasi Pelaku Industri Telematika

Tanggal 12-13 Desember 2011 kemaren menjadi hal yang cukup membahagiakan karena saya bersama teman-teman dari LabSI Preneur (unit usaha yang dibentuk oleh Laboratorium Sistem Informasi UTM) terpilih sebagai peserta dalam Forum Komunikasi Pelaku Industri Telematika yang diadakan oleh Dinas Perindustrian Jawa Timur kerjasama dengan Fakultas Teknologi Informasi ITS yang dilaksanakan di Hotel Kartika Wijaya Batu Malang.

Punggawa LabSIPreneur Di Aula Hotel

Mejeng di depan hotel

Bukan karena saya terpilih dari sekian pelaku usaha dibidang telematika di Jawa Timur yang mengajukan diri sebagai peserta, tapi karena pengalaman yang saya terima dalam acara tersebut. Adalah Cimahi Creative Association (CCA) yang menginspirasi saya bahwa bahwa apa yang telah dilakukan oleh LabSI tidak salah, menjadi orang tua asuh bagi beberapa komunitas. sama seperti halnya LabSI, CCA merupakan kumpulan komunitas industri kreative yang berada di daerah Cimahi Jawa Barat, bedanya adalah semua komunitas-komunitas di bawah CCA telah berkembang menjadi industri kreatif yang layak jual dan bahkan telah menjadi ikon kebanggaan kota Cimahi.

Impian saya tidak jauh dari itu, suatu saat komunitas-komunitas yang ada di LabSI akan menjelma menjadi wadah bagi kreativitas-kreativitas yang bisa dijual, dan bisa membuka lapangan kerja baru bagi alumni UTM secara umum atau alumni warga LabSI pada khususnya. Bukan impian kosong saya kira, kemampuan komunitas-komunitas di LabSI sebenarnya sudah layak untuk dikembangkan sebagai industri yang layak jual, sebutlah Komunitas Linux Trunojoyo (Koelit) sudah diakui sebagai penjelmaan dari KPLI Madura, Plat M (komunitas Blogger Madura) juga sudah diakui eksistensinya secara nasional, JPG (Komunitas Programer Java) dan CIWE (komunitas programer web cerdas) sudah menghasilkan dan menjual beberapa aplikasi web/desktop dan dipakai oleh beberapa instansi pemerintah/swasta.

Mungkin hanya tinggal kemauan dan usaha bagaimana lebih mengembangkan sisi entrepreneurship dari beberapa komunitas, atau bagaimana komunitas-komunitas itu bisa bersatu membentuk sebuah wadah yang bisa menjual produktivitas dari anggota komunitas. LabSI hanya menjadi orang tua asuh, hanya sebatas memberikan dukungan. LabSI terbentur birokrasi jika berkeinginan memndirikan lembaga profit, LabSI tidak punya kekuatan untuk itu.

Mampukah menjadikan impian itu kenyataan? mungkin bukan hanya saya yang bisa menjawab.

p1

Universitas Trunojoyo Madura Sedang Tumbuh Menjadi Besar

Tidak terasa kalau saya sudah hampir satu dekade mengabdi di Universitas Trunojoyo Madura, ya hampir sepuluh tahun sejak Universitas Bangkalan menjadi universitas negeri dan berubah menjadi Universitas Trunojoyo Madura. Tentu bukan hal mudah bagi Universitas Trunojoyo Madura untuk berbenah setelah Universitas Bangkalan pernah diberitakan hampir kolaps ditandai menurunnya minat calon mahasiswa untuk mendaftar.

Tahun 1999-2000 merupakan tahun-tahun yang sulit, kebetulan saat itu saya masih menjadi mahasiswa aktif di Universitas Bangkalan sehingga sedikit banyak mengetahui perkembangan informasi disini. turunnya jumlah mahasiswa (tahun 2000 hanya ada sekitas 200 mahasiswa baru yang mendaftar dan diterima, sangat jauh jika dibandingkan dengan universitas swasta lain di Madura, misalnya Universitas Madura yang saat itu bisa menerima sekitar 500 orang mahasiswa) dan kesulitan keuangan telah membuat  pihak pengelola sedikit kesulitan. Sampai akhirnya dibuat keputusan untuk menyelamatkan Universitas Bangkalan maka harus diserahkan kepada negara untuk dijadikan sebagai universitas negeri.

Proses pe-negeri-anpun tidak bisa berjalan mulus, tapi dengan perjuangan akhirnya Universitas  Bangkalan resmi menjadi universitas negeri dan berubah menjadi Universitas Trunojoyo Madura tepatnya tanggal 5 Juli 2001.

Sekarang Universitas Trunojoyo Madura sudah mulai bangkit  dan besar, tahun 2010-2011 menjadi tolok ukur pertumbuhan Universitas Trunojoyo Madura secara fisik. Pada tahun ini dibangun sekaligus beberapa gedung utama yaitu : 4 gedung kuliah bersama, 1 gedung laboratorium dengan kapasitas 8 ruangan besar, 1 gedung rektorat 9 lantai, 1 gedung cakra 5 lantai, dan 3 gedung asrama mahasiswa kengan kapasitas total 1500 orang.

Gedung Kuliah RKB D

Gedung Laboratorium

Gedung Rektorat

Gedung Cakra (Perpustakaan dan Puskom)

Asrama Mahasiswa

Memang kalau dilihat dari waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan secara fisik, Universitas Trunojoyo Madura masih bisa dikatakan cukup lamban, dibutuhkan waktu hampir 10 tahun untuk merealisasikan pembangunan fisik universitas merupakan waktu yang tidak bisa dikatakan cepat. Tapi secara umum saya tetap merasa bangga dengan perkembangan ini.

Semoga perkembangan fisik ini juga diimbangi dengan perkembangan kualitas dan pelayanan yang selama ini masih menjadi PR besar, prosedur yang berbelit, pelayanan akademis dan kemahasiswaan, aliran data dan informasi masih dirasa kurang memuaskan. Dan ini merupakan harapan kita semua, saya sebagai alumni, civitas akademika dan masyarakat Madura menaruh harapan besar agar suatu saat nanti Universitas Trunojoyo Madura menjadi salah satu ikon kebanggaan masyarakat Madura dan Indonesia pada umumnya.

p1

Aku Makhluq Yang Kurang Bersyukur

Lebih dari dua bulan ini, setiap hari aku harus berangkat ke kantor dari kwanyar. Hal yang sangat membuat capek karena selain jarak yang harus ditempuh lebih jauh, kondisi jalan yang rusak, belum lagi faktor keamanan dari rute yang harus aku lewati tergolong rawan.

Begitu juga dengan pagi ini, walaupun aku memilih mengendarai mobil butut kebanggaannku, tapi tetap saja hal itu membuat aku menggerutu. Sebenarnya aku tidak terlalu suka jika harus bawa mobil karena jarak tempat parkir ke laboratorium tempat aku bekerja cukup jauh, belum lagi jarak ke kantor administrasi fakultas tempat aku absen lebih jauh lagi. Apalagi mengendarai mobil lebih ribet dibandingkan dengan naik motor.

Dan benar saja dugaanku, pagi ini harus melewati dua tempat yang terbiasa macet yaitu pasar Kwanyar (kebetulan hari ini bahu jalan sedang dipasang tenda untuk acara haul) dan pasar Labang (saat ini hari Rabu bertepatan dengan hari pasar besar Labang). Huuuffhhh, benar-benar membuat hati semakin dongkol, terbersit hayalan seandainya aku tinggal tidak terlalu jauh dari tempat kerja, seandainya mobil aku tidak butut, seandainya ... seandainya ... seandainya ... bahkan ada hayalan yang lebih gila seandainya orang tuaku kaya raya, seandainya mertuaku kaya raya, seandainya aku kaya raya dan tidak perlu bekerja lagi sehingga tiap hari kerjanya hanya tidur dan makan.

Aku sedikit tersentak ketika mobil saya sudah memasuki jalan pintas Labang - Telang, jalan yang tidak terlalu bagus memaksa aku harus menurunkan kecepatan mobil. Di depan ada mobil pickup yang penuh sesak dengan penumpang yang baru pulang dari pasar. Tua, muda bahkan anak-anak bercampur baur dengan sesaknya barang dagangan (yang belum laku), barang belanjaan untuk makan hari ini dan beberapa ekor ayam dan bebek.


Aku tertegun melihat seorang anak yang seumuran dengan anakku yang pertama (sekarang sudah kelas 2 SD), anak itu kok gak sekolah ya ? pikirku ... kasihan sekali, di umur yang begitu muda dia harus ikut membatu orang tua mencari nafkah bahkan harus mengubur kesempatannya untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti yang dijanjikan oleh UUD 1945. Tidak ingin terlalu lama termenung, saya fokus lagi dengan setir.

Di samping kanan dan kiri jalan terhampar sawah yang sudah mulai menghijau kembali setelah beberapa lama hujan mulai teratur membasahi daerah ini. Aku sempat melihat seorang kakek renta sedang jongkok sambil mengumpulkan rumput-rumput muda dengan arit ditangan, di sampingnya ada karung bekas beras sudah mulai terisi sebagian, mungkin si kakek sudah dari pagi tadi mengawali harinya dengan mengarit rumput. Kembali renungan memenuhi pikiranku, bagaimana jika kakek itu adalah bapakku? yang harus memulai rutinitas paginya dengan kerja keras hanya untuk memberikan harapan agar aku bisa makan tiap hari, atau agar aku bisa sekolah seperti anak-anak lain.

Huffhhh, helaan nafasku kali ini sedikit ringan, perasaan dongkol yang tadi sempat memenuhi pikiranku berangsur hilang berganti dengan perasaan yang aku sendiri tidak bisa menggambarkan. Aku baru sedikit sadar bahwa selama ini aku terlalu banyak mengeluh, terlalu banyak menuntut, terlalu banyak berhayal, terlalu banyak keinginan, sehingga membuatku lupa bahwa sebenarnya sudah begitu banyak pemberian Tuhan yang belum sempat aku sadari, apalagi menyukurinya.

Aku begitu malu untuk mengucapkan astghfirullah dan alhamdulillah, karena pikiran-pikiran kotor itu sudah sering dan sekian lama memenuhi hatiku yang rapuh.

p1

Berbagi Ilmu Opensource di Pemkab Bangkalan


Diberi kesempatan untuk berbicara di depan orang banyak dan berbagi ilmu dan pengalaman adalah hal yang sangat membanggakan, selama dua hari saya dipercaya oleh dinas perhubungan komunikasi dan informasi (DISHUBKOMINFO) kabupaten Bangkalan untuk mengisi acara bertajuk Sosialisasi opensource bagi SKPD di Lingkungan Kabupaten Bangkalan, yang dilaksanakan tanggal 29-30 Nopember 2011. Acara tersebut bertujuan untuk lebih mengenalkan opensource di Bangkalan, dengan harapan Bangkalan bisa bisa bebas sorfware bajakan dan beralih ke opensource.

Kepercayaan yang diberikan harus dilaksanakan dengan baik, saya pun berusaha untuk itu dari persiapan materi sampai teknik penyampaian harus benar-benar diperhatikan. Bahkan saya harus meminta panitia sosialiasai opensource untuk merubah sedikit format acara yang hanya berupa audiensi satu arah menjadi format semi workshop. Alhasil antusiasme peserta begitu terlihat ketika mereka diberi kesempatan untuk ikut mencoba.

Saya juga minta ijin untuk membawa beberapa asisten dari warga Lab untuk ikut memandu karena sebagian besar peserta yang membawa laptop bahkan langsung mencoba instalasi, walaupun acara itu hanya bertajuk sosialisasi opensource di kabupaten Bangkalan. Antusiasme yaang begitu besar telah membuat saya puas karena merasa bahwa saya telah berhasil berbagi untuk untuk orang lain.

benerapa tip yang mungkin berguna jika kita diberi kesempatan berbicara di depan orang banyak :
> kenali audien, dan berbicara seperti bahasa mereka
> selingi dengan sesuatu yang menarik, seperti humor
> jangan berbicara seolah-olah menggurui
> persiapkan presentasi yang menarik
> ajak audien untuk berkomunikasi
> etc


p1

Tidak Semua Budaya Madura Itu "Berbudaya"


Judul postingan ini memang agak terasa aneh, bahkan mungkin bisa menimbulkan tanggapan negatif atau reaksi yang berlebihan jika tidak memahami maksud dari judul tersebut secara tuntas. Tapi agar tidak menimbulkan beberapa persepsi negatif, tidak ada salahnya kita simak pengalaman berikut ini.

Saya adalah orang madura asli, dan menikah dengan orang Madura asli juga, dua hari setelah acara akad nikah dan resepsi penikahanku (aremoh) di pertengahan Pebruari 2002, istriku mengajak untuk membuka kotak 'sakti' tempat penampungan amplop bernama dan tentu saja isinya merupakan "ungkapan turut berbahagia" atas Rahmat Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada kami (paling tidak saya berusaha mengungkapkannya seperti itu), tapi yang aneh istriku telah siap dengan buku dan ballpoint. Katanya untuk mencatat daftar "ungkapan turut berbahagia plus kadarnya berapa", dengan tujuan jika suatu saat orang yang pernah memberikan "ungkapan turut berbahagia" akan kita balas sesuai "kadar" yang mereka berikan.

Jika saya "bahasa" kan amplop itu sebagai "ungkapan turut berbahagia plus kadarnya" pasti pembaca sudah merasakan ada suatu yang salah dengan itu. Adalah tidak benar jika kita membalas budi seseorang dengan mengukur budi yang pernah orang itu berikan kepada kita, lalu apa arti dari ikhlas membantu, menolong atau membahagiakan orang lain tanpa pamrih? Apakah ajaran yang ditanamkan oleh keyakinan yang kita anut (saya yakin semua agama juga mengajarkan hal ini) tidak ada artinya? Apakah karena ini suatu budaya maka keyakinan harus dikesampingkan?

Lalu benarkah ini budaya madura? bahkan lebih parah lagi "aremoh" itu dianggap wajar walaupun tanpa ada alasan untuk merayakannya, dan hanya bertujuan untuk meminta kembali "ungkapan-ungkapan turut berbahagia plus kadarnya" yang pernah kita berikan kepada orang lain ("aremoh" biasa dilakukan oleh orang Madura untuk meminta kembali apa yang pernah diberikan kepada orang lain saat ada perhelatan serupa, biasanya pesta perkawinan dan khitanan). Dan ini memang disebut budaya oleh kita sebagai orang Madura.

Saya bukan ahli sejarah yang pernah meneliti asal-muasal budaya "aremoh", tapi saya yakin ini bukan budaya masyarakat madura. Saya menganggap itu hanyalah kebiasaan-kebiasaan oleh sekelompok masyarakat, dan untuk melegalisasinya disematkan dalam bingkai "budaya". Madura terkenal akan fanatisme terhadap agama, masyarakat begitu memegang kuat keyakinan yang telah diajarkan oleh agama, adalah tidak mungkin jika lahir budaya-budaya yang bertentangan dengan keyakinan mereka (paling tidak itulah bentuk pembelaan saya terhadap orang Madura).

Budaya itu seharusnya juga "berbudaya", artinya tidak boleh bertentangan dengan norma-norma umum maupun norma-norma agama.

Note : Tulisan ini tidak lebih dari sekedar opini penulis.

p1

Khotbah Jumat di Universitas Mimpi


Setuju atau tidak mesjid di Universitas Mimpi yang ada di kampus 'mewah' ini telah membuat cerita-cerita yang lucu, nyleneh atau bisa juga disebut 'memalukan'. Dan menurut pendapat orang sudah seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi pengurus takmir.

Pernah ada seorang khotib yang sedang berkobar-kobar memberikan kotbah, saya sendiri jadi bingung membedakan ini khotbah apa ceramah agama di acara hari besar islam yang biasa diadakan di mesjid-mesjid kampung di Madura. Jamaah yang sebagian besar adalah mahasiswa sepertinya juga ikut terusik, materi kotbah yang sudah lari 'ngalor-ngidul' membuat sebagian jamah sudah mulai mengimbanginya dengan suara riuh rendah, bahkan terdengan cletukan 'abiiitttt' (artinya 'lamaaa' dalam bahasa Madura). Walaupun celetukan itu hal 'gila' yang seharusnya tidak dilakukan oleh jamaah shalat Jumat, tapi hal yang lebih 'gila' justru datang dari sang khotib, sang khotib berteriak marah dan mengatakan 'siapa itu ?'

Masih cerita tentang khotib yang sama, rupanya takmir mesjid belum kapok mengundang sang khotib. Di kesempatan Jumat yang lain (menyambut bulan Haji) kembali sang khotib dengan gaya berkobar-kobar menguasai panggung mimbar Jumat, tapi kali ini ke'aneh'an murni timbul dari hati yang sangat dalam sang khotib. Pada kotbah kedua sebelum doa, tiba-tiba sang khotib meminta waktu sedikit, "pada kesempatan ini kami mohon doa restu kepada para jamaah Jumat yang mulia ini, karena insyaallah saya akan menunaikan rukun islam yang terakhir yaitu ibadah haji, semoga dengan doa para jamaah saya bisa kembali ke tanah air sebagai haji mabrur" (kira-kira begitulah isi 'pamitan' yang mulia sang khotib). Tapi anehnya jamaah Jumat tidak berkomentar apapun (sudah insyaf apakah sudah ditegor oleh takmir trkait kejadian di hari Jumat yang lalu ?).

Cerita terakhir berasal dari bapak dosen muda yang pada hari Jumat itu sedang diberi amanah untuk menjadi khotib di mesjid tercinta ini. Mungkin karena masih muda, sang khotib secara tidak sengaja 'menjelek-jelekkan' seorang tokoh Islam yang menjadi panutan sebagian besar warga Aswaja. Meskipun yang dijelek-jelekkan hanyalah pandangannya tentang politik di Timur Tengah, tentu hal ini menjadi hal buruk jika diungkapkan pada saat khotbah Jumat, yang seharusnya hanya berisi tentang syukur atas nikmat Allah, ajakan untuk meningkatkan taqwa kepada Allah, ayat-ayat Alquran, Sahalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan doa bagi kaum muslimin. Bahkan di sebagian mesjid -mesjid kampung, demi kehati-hatiannya menjaga kemurnian khotbah Jumat hanya diisi dengan khotbah dengan bahasa arab yang sudah tertulis tanpa keterangan-keterangan tambahan dalam bahasa lain, yang penting telah berisi rukun-rukun khotbah Jumat.

Tidak terbayangkan, hal tersebut pernah terjadi dan terjadi di sebuah kampus, yang seharusnya menjadi panutan dalam hal keilmuan, termasuk dalam hal syariat beribadah. Memang benar-benar "Universitas Mimpi".

p1

Takabbur, Penyakit Hati Yang Kronis


Seringkali kita juga lebih mudah untuk mendapatkan pelajaran dari cerita-cerita sederhana ketimbang uraian-uraian panjang yang ilmiah. Berikut ini sebuah cerita dari Bayazid Al-Busthami, yang insya Allah, dapat kita ambil pelajaran daripadanya; Di samping seorang sufi, Bayazid juga adalah pengajar tasawuf. Di antara jamaahnya, ada seorang santri yang juga memiliki murid yang banyak. Santri itu juga menjadi kyai bagi jamaahnya sendiri. Karena telah memiliki murid, santri ini selalu memakai pakaian yang menunjukkan kesalihannya, seperti baju putih, serban, dan wewangian tertentu.

Suatu saat, muridnya itu mengadu kepada Bayazid, "Tuan Guru, saya sudah beribadat tiga puluh tahun lamanya. Saya shalat setiap malam dan puasa setiap hari, tapi anehnya, saya belum mengalami pengalaman ruhani yang Tuan Guru ceritakan. Saya tak pernah saksikan apa pun yang Tuan gambarkan."

Bayazid menjawab, "Sekiranya kau beribadat selama tiga ratus tahun pun, kau takkan mencapai satu butir pun debu mukasyafah dalam hidupmu."

Murid itu heran, "Mengapa, ya Tuan Guru?"

"Karena kau tertutup oleh dirimu," jawab Bayazid.

"Bisakah kau obati aku agar hijab itu tersingkap?" pinta sang murid.

"Bisa," ucap Bayazid, "tapi kau takkan melakukannya."

"Tentu saja akan aku lakukan," sanggah murid itu.

"Baiklah kalau begitu," kata Bayazid, "sekarang tanggalkan pakaianmu. Sebagai gantinya, pakailah baju yang lusuh, sobek, dan compang-camping. Gantungkan di lehermu kantung berisi kacang. Pergilah kau ke pasar, kumpulkan sebanyak mungkin anak-anak kecil di sana. Katakan pada mereka, "Hai anak-anak, barangsiapa di antara kalian yang mau menampar aku satu kali, aku beri satu kantung kacang." Lalu datangilah tempat di mana jamaah kamu sering mengagumimu. Katakan juga pada mereka, "Siapa yang mau menampar mukaku, aku beri satu kantung kacang!"

"Subhanallah, masya Allah, lailahailallah," kata murid itu terkejut.

Bayazid berkata, "Jika kalimat-kalimat suci itu diucapkan oleh orang kafir, ia berubah menjadi mukmin. Tapi kalau kalimat itu diucapkan oleh seorang sepertimu, kau berubah dari mukmin menjadi kafir."

Murid itu keheranan, "Mengapa bisa begitu?"

Bayazid menjawab, "Karena kelihatannya kau sedang memuji Allah, padahal sebenarnya kau sedang memuji dirimu. Ketika kau katakan: Tuhan mahasuci, seakan-akan kau mensucikan Tuhan padahal kau menonjolkan kesucian dirimu."

"Kalau begitu," murid itu kembali meminta, "berilah saya nasihat lain."

Bayazid menjawab, "Bukankah aku sudah bilang, kau takkan mampu melakukannya!"

Cerita ini mengandung pelajaran yang amat berharga. Bayazid mengajarkan bahwa orang yang sering beribadat mudah terkena penyakit ujub dan takabur. "Hati-hatilah kalian dengan ujub," pesan Iblis. Dahulu, Iblis beribadat ribuan tahun kepada Allah. Tetapi karena takaburnya terhadap Adam, Tuhan menjatuhkan Iblis ke derajat yang serendah-rendahnya.

Takabur dapat terjadi karena amal atau kedudukan kita. Kita sering merasa menjadi orang yang penting dan mulia. Bayazid menyuruh kita menjadi orang hina agar ego dan keinginan kita untuk menonjol dan dihormati segera hancur, yang tersisa adalah perasaan tawadhu dan kerendah-hatian. Hanya dengan itu kita bisa mencapai hadirat Allah swt.

Orang-orang yang suka mengaji juga dapat jatuh kepada ujub. Mereka merasa telah memiliki ilmu yang banyak. Suatu hari, seseorang datang kepada Nabi saw, "Ya Rasulallah, aku rasa aku telah banyak mengetahui syariat Islam. Apakah ada hal lain yang dapat kupegang teguh?" Nabi menjawab, :"Katakanlah: Tuhanku Allah, kemudian ber- istiqamah-lah kamu."

Ujub seringkali terjadi di kalangan orang yang banyak beribadat. Orang sering merasa ibadat yang ia lakukan sudah lebih dari cukup sehingga ia menuntut Tuhan agar membayar pahala amal yang ia lakukan. Ia menganggap ibadat sebagai investasi.

Orang yang gemar beribadat cenderung jatuh pada perasaan tinggi diri. Ibadat dijadikan cara untuk meningkatkan statusnya di tengah masyarakat. Orang itu akan amat tersinggung bila tidak diberikan tempat yang memadai statusnya. Sebagai seorang ahli ibadat, ia ingin disambut dalam setiap majelis dan diberi tempat duduk yang paling utama.

Tulisan ini saya tutup dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnad-nya; Suatu hari, di depan Rasulullah saw Abu Bakar menceritakan seorang sahabat yang amat rajin ibadatnya. Ketekunannya menakjubkan semua orang. Tapi Rasulullah tak memberikan komentar apa-apa. Para sahabat keheranan. Mereka bertanya-tanya, mengapa Nabi tak menyuruh sahabat yang lain agar mengikuti sahabat ahli ibadat itu. Tiba-tiba orang yang dibicarakan itu lewat di hadapan majelis Nabi. Ia kemudian duduk di tempat itu tanpa mengucapkan salam. Abu Bakar berkata kepada Nabi, "Itulah orang yang tadi kita bicarakan, ya Rasulallah." Nabi hanya berkata, "Aku lihat ada bekas sentuhan setan di wajahnya."

Nabi lalu mendekati orang itu dan bertanya, "Bukankah kalau kamu datang di satu majelis kamu merasa bahwa kamulah orang yang paling salih di majelis itu?" Sahabat yang ditanya menjawab, "Allahumma, na'am. Ya Allah, memang begitulah aku." Orang itu lalu pergi meninggalkan majelis Nabi.

Setelah itu Rasulullah saw bertanya kepada para sahabat, "Siapa di antara kalian yang mau membunuh orang itu?" "Aku," jawab Abu Bakar. Abu Bakar lalu pergi tapi tak berapa lama ia kembali lagi, "Ya Rasulallah, bagaimana mungkin aku membunuhnya? Ia sedang ruku'." Nabi tetap bertanya, "Siapa yang mau membunuh orang itu?" Umar bin Khaththab menjawab, "Aku." Tapi seperti jugaAbu Bakar, ia kembali tanpa membunuh orang itu, "Bagaimana mungkin aku bunuh orang yang sedang bersujud dan meratakan dahinya di atas tanah?" Nabi masih bertanya, "Siapa yang akan membunuh orang itu?" Imam Ali bangkit, "Aku." Ia lalu keluar dengan membawa pedang dan kembali dengan pedang yang masih bersih, tidak berlumuran darah, "Ia telah pergi, ya Rasulullah." Nabi kemudian bersabda, "Sekiranya engkau bunuh dia. Umatku takkan pecah sepeninggalku...."

Dari kisah ini pun kita dapat mengambil hikmah: Selama di tengah- tengah kita masih terdapat orang yang merasa dirinya paling salih, paling berilmu, dan paling benar dalam pendapatnya, pastilah terjadi perpecahan di kalangan kaum muslimin. Nabi memberikan pelajaran bagi umatnya bahwa perasaan ujub akan amal salih yang dimiliki adalah penyebab perpecahan di tengah orang Islam. Ujub menjadi penghalang naiknya manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Penawarnya hanya satu, belajarlah menghinakan diri kita. Seperti yang dinasihatkan Bayazid Al-Busthami kepada santrinya.


(Unknown Source)


p1

Apa Yang Harus Saya Tulis ???



Kadang hal itu masih sering mengganggu ketika keinginanku untuk menulis sedang berkobar, kala keyakinan bahwa aku bisa membuat tulisan lebih baik dari mereka yang sudah tampil keren sebagai penulis malah aku kebingungan mengeluarkan ide yang terkungkung. Lalu, benarkah aku ini punya kemampuan ini? menuangkan banyak hal dalam sebuah bentuk tulisan.

Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menulis, aku sudah mempunyai blog pengalamanku bekerja di bidang teknologi informasi, Learn to Share lebih menampilkan pengalaman dalam melakukan sesuatu dan itu tidak aku anggap sebagai menuangkan ide cemerlang. Learn to Share lebih bersifat tutorial, dan sangat mudah mendapatkan perhatian, traffiknya pun lumayan bagus. Tapi para pembaca itu hanya tertarik pada pengalamanku, bukan tertarik untuk mengenal tentang aku.

Itulang yang aku anggap sangat sulit, menuangkan ide-ide segar dan pandangan kita tentang diri, kehidupan dan sosial, walaupun aku begitu banyak mempunyai waktu untuk melaluinya. Tapi setidaknya SAAT INI AKU SEDANG BERUSAHA MELAKUKANNYA.


p1